Arti Penting Upacara Adat Tengger bagi Masyarakat Setempat

Arti Penting Upacara Adat Tengger bagi Masyarakat Setempat

Arti Penting Upacara Adat Tengger bagi Masyarakat Setempat ~ Upacara Adat Tengger adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Tengger yang tinggal di sekitar kawasan Gunung Bromo, termasuk di dalamnya Pura Luhur Poten Bromo. Upacara ini biasanya dilaksanakan setiap tahunnya pada hari kesepuluh bulan Kasada (menurut kalender Jawa).

Upacara Adat Tengger dilakukan sebagai wujud penghormatan dan permohonan doa kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar diberikan keselamatan, kesejahteraan, dan hasil panen yang melimpah. Selain itu, upacara ini juga merupakan ajang untuk mengenang leluhur dan memperkuat tali silaturahmi antarwarga.

Dalam upacara ini, masyarakat Tengger akan memadati Pura Luhur Poten Bromo untuk melakukan prosesi adat yang meliputi pembacaan doa, penyembelihan hewan kurban, serta penyerahan sesajen berupa beras, buah-buahan, dan sayuran. Setelah itu, sesajen akan diletakkan di dalam kawah Gunung Bromo sebagai tanda syukur dan permohonan.

Upacara Adat Tengger di Pura Luhur Poten Bromo menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin merasakan kearifan lokal dan budaya Indonesia.

Namun, bagi wisatawan yang berkunjung pada hari kesepuluh bulan Kasada, diharapkan untuk memperhatikan aturan dan etika yang berlaku serta menghormati prosesi adat yang sedang berlangsung.

Upacara Adat Tengger dilaksanakan pada tanggal 14 hari kesepuluh bulan Kasada (kalender Jawa) setiap tahunnya. Pada malam sebelumnya, masyarakat Tengger berkumpul di Pura Luhur Poten, sebuah tempat suci yang dianggap sebagai tempat perhubungan antara manusia dan Dewa-dewa. Selama malam tersebut, para pendeta melakukan serangkaian upacara keagamaan dan memimpin doa bersama untuk memohon keberkahan dan keselamatan.

Pada pagi harinya, masyarakat Tengger melakukan perjalanan ke Gunung Bromo, tempat ritual dilaksanakan. Mereka membawa sesajen dan bunga yang disiapkan sebelumnya sebagai tanda penghormatan dan rasa syukur kepada Dewa-dewa. Setelah tiba di tempat ritual, sesajen dan bunga tersebut dihamburkan ke dalam kawah Gunung Bromo sebagai tanda pengorbanan dan permohonan agar diberi keselamatan dan kesuburan oleh para Dewa.

Upacara Adat Tengger merupakan perayaan yang sakral dan penuh dengan makna bagi masyarakat Tengger. Selain itu, perayaan ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin menyaksikan keunikan budaya dan tradisi Jawa Timur.

Tradisi Suku Tengger

Selamat datang di Gunung Bromo, salah satu tempat terpopuler di Indonesia yang kaya akan kebudayaan dan tradisi. Salah satu tradisi yang paling menarik adalah upacara adat Tengger, yang diadakan oleh masyarakat Tengger setiap tahunnya.

Upacara adat Tengger merupakan rangkaian prosesi upacara yang dilakukan oleh umat Hindu untuk menyambut Hari Raya Nyepi. Salah satu acara yang paling menarik adalah upacara Mecaru yang diikuti oleh ribuan umat Hindu suku Tengger di kawasan Gunung Bromo. Selain itu, terdapat juga upacara Pujan Mubeng yang dilakukan untuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana.

Tidak hanya itu, kesenian asli suku Tengger seperti perkelahian satu lawan satu menggunakan senjata rotan, yang disebut Ojung, juga menjadi bagian dari upacara adat Tengger. Ojung tidak hanya menjadi kesenian, tetapi juga digelar sebagai bentuk ritual memohon hujan kepada Sang Pencipta.

Jangan lewatkan kesempatan untuk merasakan pengalaman budaya yang kaya dan unik ini di Gunung Bromo. Bergabunglah dengan masyarakat Tengger dalam merayakan upacara adat yang menakjubkan dan mempesona ini. Ayo, jangan sampai terlewatkan!

Yadnya Kasada

Setiap tahunnya, tepatnya pada hari kesepuluh bulan Kasada dalam kalender Tengger, masyarakat Tengger akan melakukan upacara adat yang disebut dengan Upacara Kasada. Upacara ini dilakukan untuk memohon berkah dan keselamatan dari Sang Hyang Widi, yang diyakini sebagai dewa pemilik gunung.

Upacara Kasada dilaksanakan di tengah-tengah kawah Gunung Bromo pada tengah malam hingga dini hari. Pada upacara ini, masyarakat Tengger akan membawa persembahan berupa hasil bumi dan hewan-hewan ternak, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, beras, ayam, dan sapi. Mereka melemparkan persembahan-persembahan tersebut ke dalam kawah sebagai tanda syukur dan penghormatan kepada Sang Hyang Widi.

Upacara Kasada juga dihadiri oleh ribuan wisatawan setiap tahunnya. Mereka datang dari berbagai daerah untuk menyaksikan upacara adat yang unik ini. Selain itu, wisatawan juga dapat menikmati keindahan alam sekitar Gunung Bromo yang menakjubkan.

Namun, sebagai wisatawan, kita harus menghormati tradisi dan budaya yang dijalankan oleh masyarakat Tengger. Kita harus menjaga ketertiban dan kebersihan di sekitar kawasan Gunung Bromo serta tidak melakukan hal-hal yang dapat mengganggu jalannya upacara adat.

Unan-Unan

Upacara adat Tengger yang selanjutnya adalah Unan-Unan, diadakan untuk menyelaraskan kembali alam karena hilangnya bulan dalam tahun manis atau tahun kabisat.

Unan-Unan berasal dari bahasa Tengger yang berarti melengkapi bulan yang hilang agar kembali utuh. Uniknya, upacara ini diselenggarakan setiap lima tahun sekali dan wajib diadakan di setiap desa.

Tujuannya adalah untuk memberikan sedekah kepada alam dan isinya, serta kepada mereka yang menjaga sumber mata air, desa, dan tanah untuk pertanian.

Unan-Unan juga dikenal sebagai “Bersih Desa”, karena upacara ini dimaksudkan untuk membebaskan desa dari gangguan makhluk halus atau bhutakala, serta memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Pada upacara ini, masyarakat Tengger akan mengurbankan seekor kerbau, yang dipilih karena dianggap sebagai hewan pertama yang muncul di bumi.

Seluruh masyarakat bergotong-royong dalam persiapan upacara dan mengesampingkan perbedaan agama, sehingga tercipta semangat kebersamaan yang kuat di antara mereka.

Upacara Mecaru

Upacara ini dimulai sejak pagi di setiap desa dan dilanjutkan pada siang hari, di mana seluruh umat Hindu suku Tengger di Gunung Bromo melanjutkan upacara Mecaru bersama atau Tawur Agung Kesanga yang dipusatkan di lapangan Telogosari, Tosari, Pasuruan.

Ribuan umat Hindu suku Tengger yang mengikuti upacara di kawasan Gunung Bromo ini kemudian melanjutkan dengan mengarak puluhan Ogoh-ogoh ke masing-masing desa di wilayah Kecamatan Tosari, Tutur (Nongkojajar), dan Puspo.

Setelah bersih dari pengaruh sifat jelek, umat Hindu suku Tengger kemudian melaksanakan Catur Berata Penyepian, yakni tidak menyalakan api (Amati Geni), tidak bekerja (Amati Karya), tidak bepergian (Amati Lelungan), dan tidak bersenang-senang (Amati Lelalungan).

Mecaru merupakan rangkaian prosesi upacara yang dilakukan umat Hindu untuk menyambut Hari Raya Nyepi sebagai upaya introspeksi diri untuk mendekatkan diri pada Sang Hyang Widi, sesama manusia, serta lingkungan, atau yang disebut Tri Hita Karana.

Perayaan Hari Karo

Hari Karo merupakan perayaan yang sangat dinanti-nanti oleh masyarakat Tengger, karena hari ini merupakan hari raya yang paling besar. Secara tradisional, perayaan Hari Karo dirayakan bersamaan dengan Hari Raya Nyepi.

Pada hari tersebut, masyarakat Tengger akan mengadakan pawai yang diikuti oleh orang-orang yang membawa hasil bumi. Selain itu, akan ada pementasan kesenian adat, termasuk pergelaran Tari Sodoran.

Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan silaturahmi ke rumah saudara dan tetangga.

Upacara Pujan Mubeng

Upacara Pujan Mubeng dilakukan pada bulan kesembilan atau Panglong Kesanga, yaitu pada hari kesembilan setelah bulan purnama. Dalam tradisi suku Tengger, seluruh masyarakat desa berjalan mengelilingi desa bersama dukun sambil memukul ketipung, dimulai dari batas desa bagian timur dan mengelilingi keempat penjuru desa.

Tujuan dari upacara ini adalah untuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana. Setelah perjalanan keliling selesai, acara diakhiri dengan makan bersama di rumah dukun, yang makanannya berasal dari sumbangan warga desa.

Ritual Ojung

Di wilayah suku Tengger, ada sebuah kesenian asli yang menarik perhatian bernama Ritual Ojung. Ritual ini melibatkan perkelahian satu lawan satu dengan senjata rotan sebagai alat perangnya.

Kedua petarung akan saling mencambuk satu sama lain dengan rotan tersebut, dan pemenangnya ditentukan oleh siapa yang lebih banyak mencambuk.

Ritual Ojung bisa diikuti oleh pria dari suku Tengger yang berusia antara 17 hingga 50 tahun. Selain sebagai kesenian, Ritual Ojung juga memiliki makna religius, yaitu sebagai bentuk ritual memohon hujan kepada Sang Pencipta dan biasanya dilakukan saat musim kemarau.

Gunung Bromo yang aktif menawarkan pemandangan matahari terbit yang spektakuler dan pemandangan alam yang indah. Selain itu, masyarakat Tengger yang unik dan beragam tradisi dan ritualnya dapat memberikan pengalaman wisata yang tak terlupakan.

Dari mulai wisata alam, budaya, hingga petualangan, Tengger Bromo menawarkan banyak hal yang dapat dinikmati selama liburan. Oleh karena itu, liburan ke Wisata Gunung Bromo adalah pilihan yang tepat bagi para wisatawan yang ingin mengalami keindahan alam dan budaya Indonesia yang kaya.

Seorang yang ahli dalam bidang pariwisata khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya.

Chat Sekarang !
Butuh Bantuan?
Scan the code
Hallo,
Ada yang bisa Kami Bantu?